Air Terjun Rahasia
Oleh: Irawati Subrata
Halo, namaku Kirana. Itu Kakak kembarku! Pram, namanya. Tidak sepertiku, Pram selalu mengenakan kacamata. Oh, ia juga selalu membawa-bawa teropong monokuler ke mana pun ia pergi, teropong satu lensa untuk melihat jarak jauh. Hebat, bukan? Penyandang low vision seperti Pram, biasa dibantu oleh kacamata, lup, atau teropong monokuler agar melihat lebih baik.
Mama pernah bercerita kepadaku, Pram demam tinggi saat bayi. Peristiwa itu membuat penglihatannya terganggu sampai sekarang. Pram hanya bisa melihat jelas dengan jarak pandang terbatas. Kacamata tidak membuat penglihatan Pram pulih, melainkan hanya membantu agar semua yang dilihatnya lebih jelas dan tajam.
Namun, keterbatasan Pram tidak menghambat semua kegiatannya. Ia bahkan sangat aktif. Seperti aku, Pram sangat suka bertualang di alam. Ia sangat lincah bergerak, kadang bisa mengalahkanku. Bersama Papa dan Mama, kami sering berkemah atau melintasi alam pegunungan atau pesisir pantai. Tentu saja, itu dilakukan saat kami semua bisa berlibur.

Sewaktu-waktu, liburan aku dan Pram tidak sama dengan liburan Papa dan Mama. Pekerjaan Papa dan Mama sebagai peneliti membuat mereka sangat sibuk sehingga mereka pun sering bepergian ke luar kota atau ke luar negeri. Papaku bekerja sebagai peneliti geologi, sedangkan Mama bekerja sebagai peneliti botani. Jangan tanya, di rumah kami jadi banyak koleksi batuan dan tumbuhan aneh!
Nah, aku dan Pram sekarang berada di kebun. Aku senang membuat rekaman video seperti sekarang ini. Apalagi, saat aku bertualang dengan Pram. Rumah kami berada di pinggiran kota yang dekat daerah pegunungan. Halaman belakangnya sangat luas dan sebagian dijadikan kebun.
Kebun itu ditanami berbagai buah musiman, tanaman langka, sayuran, dan tanaman yang berbuah setiap saat. Ingat, Mamaku seorang peneliti botani! Kebun kami terpelihara dengan baik meski Mama tidak langsung merawat kebun kami. Ada Pak Karso yang diminta Mama merawatnya tiap saat. Pak Karso juga yang menjaga kami saat Papa dan Mama tidak di rumah.
Aku dan Pram senang berada di kebun karena selalu ada yang menarik perhatian kami. Sekarang, kami sedang mengikuti jejak kunang-kunang! Pram bilang, tadi ia melihat dengan teropongnya sesuatu yang berkelap-kelip seperti kunang-kunang. Ia sering menemukan kawanan kunang-kunang saat hari sudah gelap dan hujan baru saja berhenti seperti sekarang.
Tapi, kali ini warnanya beda! Bukan merah atau kuning, melainkan hijau-kebiruan. Pram belum pernah melihat kunang-kunang itu yang membuatnya sangat penasaran. Ia mengajakku untuk mengikuti jejak kunang-kunang tadi.
“Ranaa, sini, cepaaat!”
“Sebentar, Pram! Ada di mana kita sekarang? Rasanya kita sudah jauh dari rumah.”
“Tadi, kunang-kunang itu masuk ke dalam semak rimbun yang di dalamnya ada lorong yang kita masuki!” seru Pram.
“Lorong itu berakhir di sini. Oh, lihat, Rana!” Pram berulang kali mengecek dengan teropong dan lampu senternya.
“Aaaahh, tempat apaa iniii?” seruku.
“Cepat nyalakan videonya!” ujar Pram setengah menjerit sambil menoleh ke arahku.
Langit di atas kami sangat cerah bertaburan kelap-kelip bintang berwarna merah keperakan. Kami saling berpandangan takjub. Dadaku berdegup sangat kencang. Tentu, tak salah lagi!

Pram lalu mengajakku mengikuti jalan setapak di ujung lorong tadi. Gerakannya tentu saja lincah seperti sudah mengenal jalan setapak ini. Orang yang belum mengenalnya tak akan menyangka, Pram seorang low vision.
“Tunggu, Pram... jalanmu terlalu cepat!”
“Kita sudah kehilangan jejaknya. Aku juga tak sabar ingin memastikan itu!” seru Pram sambil menunjuk arah langit. Ia tak henti menggunakan teropong yang memandunya berjalan.
Aku mengikuti Pram menyusuri jalan setapak selebar dua orang dewasa bersisian. Degup jantungku berdetak kencang mengiringi langkah kami. Di kiri dan kanan jalan ditumbuhi tanaman dan semak yang sesekali disusupi cahaya bulan. Taburan bintang tadi makin jelas bentuknya hingga akhirnya kami tiba di suatu tempat.
Di hadapan kami terbentang sebuah bukit yang mudah didaki. Taburan bintang di langit sekarang tampak makin jelas membentuk sebuah gugusan yang sangat kukenal. Konstelasi galaksi Bima Sakti!

Rasa takjubku belum hilang, ketika Pram terdengar berseru.
“Rana, suara gemuruh itu seperti...”
“Tapi, mana mungkin di sini ada...” jawabku serius.
Saat kami mendaki hingga puncak bukit....
“Benar, Rana, air terjuuun!” jerit Pram, “Hei, lihat... di seberang itu!”
“Kunang-kunang!” jeritku tak kalah senang menyambut temuan Pram.
Dari atas bukit, aku bisa menyaksikan air terjun dari lereng yang membentang di hadapanku. Curahnya besar sehingga membuat suara gemuruh yang tadi terdengar. Di antara bukit dan lereng, sungai mengalir ke arah kanan bukit tempatku berada. Tepat di belakangku, kawanan kunang-kunang berkelap-kelip di tempat gelap seperti sedang menari-nari. Sementara, langit di atasku menyuguhkan panorama yang sulit kugambarkan dengan kata-kata.
Kami kemudian telentang di atas bukit untuk menikmati suasana malam di tempat ini.
“Apa kata Papa Mama, kalau mereka tahu? Tanganku pegal, videonya kumatikan dulu,” seruku.
“Mungkin, mereka akan mengajak kita berkemah di sini?” jawab Pram terkekeh senang.
“Atau, mereka bahkan sudah tahu?” ujarnya lagi sambil melihat ke arahku.
Teropong di tangan kanannya diarahkan ke langit.
“Kamu sudah merekam semuanya, kan, Rana?”
Aku pun mengacungkan jempol.
Aku dan Pram terdiam sehingga hanya terdengar deburan air terjun dan gemericik air sungai yang sesekali ditingkahi suara burung, jangkrik, atau kodok bersahutan.
“Pram, udaranya makin dingin,” ujarku memecah keheningan.
“Pantas saja, sudah hampir pukul 9!” seru Pram seraya bangun.
Dengan hati-hati, kami lalu berjalan beriringan menuruni bukit, melintasi jalan setapak, hingga sampai di lorong semak.
“Rana, dengar... suara Pak Karso memanggil-manggil kita,” seru Pram sambil menoleh kepadaku. “Pasti Pak Karso sudah lama mencari.”
Aku mengikuti Pram di dalam lorong semak. Kami berlari kecil sampai akhirnya bertemu Pak Karso.
Petualangan kami malam ini hebat, bukan? Tunggu, Pram selesai membuat gambarnya! Dengan bantuan lup, ia menggambar semua petualangan kami kemudian dipasang di dinding kamarnya. Semuanya berwarna kontras kesukaan Pram: biru, kuning, hijau, dan merah. Sekarang, aku sudah mengantuk. Selamat malam!