Petak Umpet Spesial
Oleh : Eugenia Rakhma

“Kak Adis, main yuk!”
“Aduh, sebentar, Bi,” jawab Kak Adis sambil menggendong Miaw, kucing peliharaan mereka. “Kakak mau memandikan Miaw dulu, kutunya banyak sekali.”
Abi merengut. Ia menatap kakaknya yang menghilang menuju kamar mandi. Dari kemarin, Kak Adis selalu sibuk! Ada saja alasannya setiap kali Abi mengajak bermain; mengerjakan pekerjaan rumah, menelpon, atau membuat kerajinan tangan. Padahal biasanya Kak Adis selalu senang menemaninya bermain. Atau jangan-jangan, Kak Adis memang sudah tidak mau bermain lagi dengannya?
Abi jadi ingat, sejak masuk SMP, Kak Adis lebih suka bersama teman-teman barunya. Mereka datang ke rumah dan bermain di kamar Kak Adis. Setiap kali Abi memasuki kamar, Kak Adis selalu bilang, “Kami mau mengerjakan tugas. Nanti Abi pasti bosan.”
Abi berjalan marah ke teras depan. Biarlah, kalau begitu. Ia akan bermain sendiri saja!
Kemarahan Abi bertahan sampai siang. Apalagi selesai memandikan Miaw, Kak Adis malah asyik bertelepon!
“Sebentar ya,” kata Kak Adis tanpa suara.
Abi pura-pura tidak mendengar.
Bahkan sampai waktunya makan siang, Kak Adis belum selesai juga! Abi memainkan nasi di piring. Ia menyendok ayamnya dengan malas. Abi memalingkan muka ketika Kak Adis bergabung di meja makan. Abi juga berpura-pura tidak mendengar ketika Kak Adis menceritakan tugas sekolahnya yang sulit. Itulah mengapa Dian, sahabatnya, menelpon begitu lama untuk menjelaskan.
“Maaf ya, Bi,” kata Kak Adis. Ia menatap Abi dengan wajah menyesal. “Habis makan, ya, kita main? Mau main apa?”
Abi membuang muka. “Nggak usah. Habis ini aku mau tidur siang!”
Seketika hening di meja makan. Ayah dan Ibu saling berpandangan.
Tiba-tiba Ibu menjentikkan jari. “Habis ini main petak umpet, yuk! Sudah lama nggak main petak umpet!”
Ayah menyambut usulan itu dengan penuh semangat. Kata Ayah, dulu, hampir setiap sore ia bermain petak umpet di lapangan dekat rumah. Sayangnya, sekarang petak umpet semakin jarang dimainkan karena lapangan yang semakin sempit bahkan hilang.
“Nah, sebenarnya kita bisa kok main petak umpet di dalam rumah. Tentu saja dengan peraturan tertentu,” Ibu berkata penuh rahasia.
Kak Adis mengangguk semangat.
“Gimana, Bi?” tanya Ibu.
Abi penasaran, namun, ia berpura-pura tidak tertarik. “Ya, bolehlah.”
Ibu tertawa lebar. “Yang jaga pertama, yang makannya selesai paling terakhir.”
Abi terkesiap. Ia menatap piringnya yang masih setengah penuh. “Aduh, Ibuuu…!”

Menurut Ibu, ini petak umpet spesial. Mereka harus bersembunyi di ruangan yang paling mereka sukai masing-masing. Ruangan yang spesial untuk masing-masing mereka. Abi, Kak Adis, dan Ayah mengangguk tanda mengerti. Permainan pun dimulai. Abi jaga pertama. Ia menutup mata, menghitung satu sampai lima belas. Setelah selesai, Abi mulai melakukan pencarian.
Pertama-tama, Ibu! Selain memasak lauk, Ibu sangat suka berada di dapur untuk membuat camilan. Donat, lemper, cakue … sebut camilan apa saja, Ibu bisa membuatnya. Abi memperhatikan dapur rumahnya yang tak begitu luas. Sepertinya tidak ada tempat untuk bersembunyi di dapur itu. Ibu tidak ada di balik kulkas bahkan di dalam kamar mandi.
“Aneh.”
Bersamaan dengan gumamannya, Abi mendengar suara tawa tertahan dari dalam lemari. Abi berjalan mendekati lemari di bawah kompor. Lemari itu tempat menyimpan alat dan bahan pembersih. Abi melihat isi lemari yang tertumpuk di sudut dapur. Ia pun membuka lemari dan menemukan Ibu duduk meringkuk menahan tawa.
“Ibu kena!”
Pencarian berikutnya adalah Ayah. Ayah pasti ada di ruang keluarga karena ia sangat suka menonton. Abi menatap sekeliling ruang keluarga. Ia menyadari tirai ruangan yang tergulung tidak biasa dengan sepasang kaki tepat di bawahnya. Abi tertawa geli seraya memeluk tirai tersebut, “Ayah kena!”
Sekarang tinggal Kak Adis. Akhir-akhir ini, Kak Adis senang membaca, mendengarkan musik, mengerjakan tugas, bahkan bermain dengan temannya di kamar. Abi mencari ke sekeliling kamar. Tidak ada Kak Adis. Hmmm … ada yang tidak beres! Di mana lagi Kak Adis akan bersembunyi?
Abi sedang berpikir keras ketika mendengar suara dengkur perlahan dari arah kamarnya. Ia melangkah cepat menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Kak Adis. Suara dengkur itu berasal dari kolong tempat tidurnya!
Abi tersenyum menatap Kak Adis yang tertidur pulas. Di sekitar kakaknya, tergeletak buku dan mainan-mainan favorit Abi. Ya, setiap kali Abi merasa takut atau sedih, ia akan bersembunyi di kolong tempat tidur. Biasanya, Kak Adis yang menemukan lalu menemaninya. Kadang mereka hanya berbaring berpelukan. Kadang Kak Adis membacakan cerita favoritnya dengan diterangi cahaya senter. Kadang-kadang juga, mereka bermain hewan-hewan plastik kesukaan Abi. Tiba-tiba hati Abi terasa hangat. Amarahnya hilang seketika. Dan tiba-tiba saja, ia merasa lelah. Abi merangkak memasuki kolong, membaringkan diri di sebelah Kak Adis dan memeluknya. Ia menguap.
“Sekarang Ibu yang cari, ya!” serunya sebelum terlelap.