Kepak Sayap Kecil
Oleh Laksmi Manohara
Hii... hii... hiiiiw...
Suara pekikan yang sangat dikenalinya membuat Albi terbangun. Itu suara Mama! Mata Albi berbinar-binar melihat Mama terbang mendekat sambil mencengkeram sesuatu di kakinya. Itu pasti makanan untuk Albi. Hore!
Albi segera bangkit berdiri di atas sarangnya. Sebuah sarang yang nyaman dan aman dari hewan pemangsa dan manusia yang mungkin akan mencelakainya. Mama dan Papa membuatnya dari daun serta ranting yang disusun rapi di atas pohon rasamala.
Srek... srek...
Sayap Mama yang lebar beberapa kali menyentuh daun-daun pohon jamuju, pohon pinus, dan pohon puspa yang dilewatinya. Mama lalu mendarat di atas sarang sambil meletakkan daging buruan di dekat Albi. Dengan paruhnya yang tajam, Albi makan dengan lahap. Dalam sekejap, daging yang dibawa Mama ludes tak bersisa.
“Wah, sepertinya kau sangat lapar, ya?” tanya Mama sambil tersenyum.

Albi mengangguk. Ia mengangguk begitu kuat hingga jambul pendek di kepalanya bergoyang ke depan dan ke belakang.
“Aku akan ikut Mama terbang dan berburu sendiri,” kata Albi.
Mama langsung menjawab,”Tidak untuk saat ini, Albi. Kau belum siap untuk terbang. Tunggulah empat minggu lagi sampai sayapmu lebih kuat. Elang jawa kecil sepertimu baru siap terbang setelah umur 10 minggu. Sekarang, tunggulah papamu. Ia akan datang sebentar lagi membawa daging buruan yang lain.”
Oh, empat minggu bukanlah waktu yang sebentar. Saat ini Albi hanya bisa menahan keinginannya untuk terbang. Ia menatap Mama yang kembali membentangkan sayapnya yang berwarna cokelat, bersiap untuk kembali berburu. Albi tahu, dari tempat mereka berada, Mama bisa melihat hewan buruan di bawah sana dengan mudah.
Mama lalu terbang membubung ke angkasa, meninggalkan Albi di dalam sarangnya yang berada di ketinggian 20 meter dari permukaan tanah.
“Empat minggu lagi, aku pasti bisa terbang seperti Mama,” kata Albi penuh tekad.
Hari demi hari berlalu. Mama dan papa Albi bergantian memberi Albi makan. Albi sudah makan banyak sekali tikus kecil, kadal, ular, juga tupai. Tubuhnya semakin besar dan tinggi. Ia tak sabar ingin segera belajar terbang dan menangkap buruannya sendiri.

Setiap hari, dengan saksama, Albi memperhatikan cara Mama dan Papa terbang. Mama dan Papa akan berdiri tegap di tepi sarangnya. Mereka melebarkan sayap, sambil menolak tubuh dengan kakinya, lalu terbang sambil mengepakkan sayapnya dengan kuat.
“Aku pasti bisa meniru gerakan Mama dan Papa,” pikir Albi yakin.
Setiap hari, setiap minggu, Albi berlatih mengepak-ngepakkan sayap kecilnya di dalam sarang. Semakin lama, Albi semakin berani. Pada umur tujuh minggu, Ia mulai mengepakkan sayap sambil melompat dari dahan ke dahan di sekitar sarang. Umur delapan minggu, Albi tak gentar bergerak menjauh sepuluh meter dari sarang. Kepakan sayapnya semakin kuat. Lompatannya semakin tinggi.
Mama membiarkan Albi berlatih sendiri. Ia tak henti memberinya semangat, “Ayo Albi, dua minggu lagi kau pasti bisa terbang!”
Benar saja, pada minggu ke sepuluh, otot-otot di sayap Albi sudah semakin kuat. Albi melompat dan berhasil terbang sejauh 50 meter. Asyik! Albi akan terus melatih kemampuan terbangnya setiap hari, agar ia bisa terbang lebih jauh dan lebih lama lagi.
Albi berdiri dengan tubuh tegap di tepi sarang. Jambul di kepalanya kini semakin panjang dan bercabang. Sekarang umurnya sudah 14 minggu. Albi tak hanya pandai terbang. Ia pun mulai belajar menangkap buruannya sendiri.
Hii... hiiw...
Syiuut, Albi memekik nyaring sambil meninggalkan sarangnya. Saat mengepak, Albi membulatkan sayap dan menekuknya ke atas seperti bentuk huruf V. Kepakan sayap ke bawah akan menekan udara, sehingga udara akan menekan balik dan mendorong agar Albi tidak jatuh.
Hmm... Albi kesulitan melihat mangsanya.
“Sepertinya aku harus terbang ke tempat yang lebih terbuka. Di sana, daun-daun pohon tak terlalu rimbun,” begitu pikir Albi.
Albi lalu berputar arah. Sesekali ia sengaja terbang melayang tanpa mengepakkan sayapnya. Kata Mama, terbang melayang akan menghemat energinya sehingga Albi tak mudah lelah. Agar bisa terbang melayang, Albi harus memanfaatkan angin atau udara panas. Jika udara panas, tekanan udara menjadi rendah karena udara naik ke atas. Saat itulah Albi sanggup terbang berputar-putar sambil mencari mangsa.
Kresek! Sebuah cabang pohon bergerak-gerak. Dari kejauhan, Albi melihat seekor kadal kecil. Jantung Albi berdegup kencang.
“Inilah saatnya!” pikir Albi.
Dengan gesit, Albi terbang meluncur dan menukik dengan kecepatan tinggi untuk menangkap mangsanya. Gerakan meluncur ini memperkecil daya hambat udara dan memanfaatkan gaya gravitasi bumi.

Tap. Albi berhasil mencengkeram mangsanya dengan kuat.
“Aku akan membawa dan memakannya di sarangku yang nyaman,” kata Albi puas.