Berkemah
Penulis: Maria M. Lubis
Hore! Libur akhir tahun telah tiba! Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Giri diajak orang tuanya berkemah. Mereka biasa melakukan kegiatan berkemah di hutan. Senang sekali!

Giri sudah membayangkan akan duduk di depan api unggun. Lalu menyantap ubi, singkong, dan jagung bakar. Makanan sederhana yang disantap saat berkemah memang terasa lebih nikmat!
Tanpa menunggu disuruh Ibu, Giri menyiapkan sendiri perlengkapannya. Mulai dari pakaian, topi kupluk, kaus kaki, hingga peralatan mandi. Beberapa pakaian yang lebih tebal dipilih Giri. Ia tahu udara di sana terasa sampai menusuk ke tulang. Tak lupa juga baterai cadangan untuk senternya.
“Wah, rajin sekali!” kata Ibu sambil tersenyum saat melihat Giri sibuk mondar-mandir.
“Iya, Bu. Soalnya, Giri sudah tidak sabar!” jawab Giri.
Akhirnya, Giri selesai berkemas. Ternyata melelahkan juga! Dia berbaring, lalu terlelap.
Setelah beberapa saat, Giri terbangun. Dia masih merasa lelah. Tenggorokannya sakit. Giri turun dari tempat tidur, tetapi lutut dan kakinya terasa pegal. Dia terseok-seok mencari Ibu.
“Bu, sakit,” dia melapor, menunjuk leher dan tungkainya.
Ibu menyentuh kening Giri, “Waduh, kamu panas sekali!”
Pantas saja, Giri merasa tidak nyaman!
Akhirnya, Giri diantar Ibu dan Ayah ke dokter. Ternyata, dokter menemukan tiga bentol merah di leher Giri. Kata dokter, Giri terkena cacar air. Sebentar lagi, pasti cacar airnya akan menyebar ke seluruh badan. Dokter juga melarang Giri berpergian keluar rumah.

Giri terdiam. Ia tertunduk lemas. Rencana berkemah yang menyenangkan, tinggal angan-angan.
Benar saja, mereka tidak jadi pergi. Karena lemas dan sakit kepala, Giri terus berbaring. Dia juga banyak tidur. Ibu selalu membawakan makanan dan obatnya ke kamar. Dia hanya keluar jika harus ke kamar mandi.
Dua hari kemudian, Giri sudah lebih segar. Dia bisa bermain di rumah tanpa lemas lagi. Namun, sekujur tubuhnya masih dipenuhi bintik cacar. Ibu mengoleskan salep secara teratur agar gatalnya berkurang.
“Kita sudah bisa berkemah, Yah?” tanya Giri kepada Ayah.
“Belum,” jawab Ayah.
Kata Ayah, Giri harus beristirahat di rumah sekitar dua minggu. Jika tidak, dia bisa menularkan penyakitnya ke orang lain.
Giri kecewa karena dia sakit pada saat liburan.
Keesokan harinya, Giri masih tidak bersemangat. Itu karena rencana berkemahnya yang batal. Dia turun dari tempat tidur dengan enggan.
Saat keluar dari kamar mandi, Ibu menyambutnya sambil tersenyum lebar. Giri heran, kenapa Ibu gembira? Giri kan sedang sakit?
“Ibu mau menunjukkan sesuatu. Ayo ikut Ibu!”kata Ibu sambil menggandeng tangan Giri.
Giri mengikuti Ibu dengan malas.

Ketika sampai di halaman belakang, mata Giri terbelalak! Tenda yang biasa mereka pakai sudah terpasang di sana!
“Asyik!” Giri berseru.
Giri kembali ke kamar. Ia langsung mengangkut buku-buku dan mainannya ke dalam tenda.
Malam hari pun tiba. Giri bersama Ibu dan Ayah menuju ke halaman belakang rumah. Mereka menikmati jagung bakar dan minuman hangat. Mereka juga memutuskan untuk tidur di tenda malam itu.
Giri senang sekali. Ternyata, cacar air tidak menghalanginya untuk berkemah!